Bagi-bagi Pengalaman

Belajar Kognitivisme


Belajar Kognitivisme
Beberapa
nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme:

Bruner: Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Suatu pendekatan dalam belajar dimana siswa berinteraksi
dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat
dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar
dari teori ini adalah, siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep
tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan (Prinsip
belajar: selidiki/inquire dan temukan/discover). Bruner juga memperkenalkan
konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili tiga bentuk representasi: representasi
enactive, iconic dan symbolic. Pada tahap enactive misalnya, pengetahuan anak
diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperti pengalaman langsung
atau kegiatan konkrit. Tahap representasi iconic adalah masa ketika pengetahuan
anak diperoleh melalui sajian gambar, atau grafis lainnya seperti film dan
gambar statis. Sedangkan tahap representasi symbolic adalah suatu tahap dimana
anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan
menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya.


Ausubel : Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan
potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas
belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan
bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk
siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita
banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses
belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan
materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan
yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Langkah-langkah yang biasanya
dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai
berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative
reconciliation, dan consolidation.
Ø  
Advance organizer adalah Penyampaian
awal tentang materi yang akan dipelajari siswa. Diharapkan siswa secara mental
akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengetahui sebelumnya materi apa
yang akan disampaikan guru. Contoh: handout sebelum perkuliahan.
Ø  
Progressive Differensial adalah Materi
pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau
konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan
contoh-contoh.
Ø  
Integrative reconciliation adalah Penjelasan
yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang
telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
Ø  
Consolidation adalah Pemantapan materi dalam
bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih
paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.

Robert Gagne: Model Pemrosesan Informasi
Gagne berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses
dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki
kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Ada
delapan tingkat kemampuan belajar menurut Gagne, dimana kemampuan belajar pada
tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar di tingkat sebelumnya.
8 Tingkat Belajar Gagne:
1.     
Signal Learning: dari signal yang
dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Misalnya ketika melihat
seseorang membawa mainan (signal), seorang anak menunjukkan ekspresi gembira.
2.     
Stimulus-response learning: Seorang
anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus
tertentu. Contoh: Proses awal belajar bahasa dimana anak-anak mengikuti bunyi
kata-kata yang dicontohkan orang dewasa.
3.     
Chaining: Kemampuan anak untuk
menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus-respon yang sederhana.
Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa
lisan). Contoh: lari, membuka pintu, dsbnya.
4.     
Verbal association: Bentuk
penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama
sebuah obyek/benda.
5.     
Multiple discrimination: Kemampuan
siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chaining sebelumnya. Misalnya
menyebutkan nama-nama siswa yang ada di kelas. Mampu membedakan bermacam bentuk
benda, cair, padat dan gas.
6.     
Concept learning: Belajar konsep
artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui
karakteristik abstraknya. Contoh, siswa diperkenalkan dengan konsep kotak.
Melalui pemahaman konsep kotak ini, siswa mampu mengidentifikasi benda lain
yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki
karakteristik kotak.
7.     
Principle learning: Kemampuan siswa
untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya. Contoh: hubungan antara
diameter dengan keliling suatu lingkaran.
8.     
Problem solving: Dalam tingkat ini,
siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai
satu sasaran. Problem solving menurut Gagne adalah tipe belajar yang paling
tinggi. Siswa yang mampu menyelesaikan suatu permasalahan melalui serangkaian
langkah problem solving diyakini juga menguasai ke tujuh kemampuan belajar di
bawahnya.

Jean Piaget (1896 - 1980): Cognitive Development
Model
Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognisi manusia
:
a. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun).
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungan melalui
kemampuan panca indera dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata
berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan bayi memiliki
pengetahuan object permanence, yaitu walaupun sebuah object pada suatu saat
tidak terlihat di depan matanya, tidak berarti obyek tersebut tidak ada.
Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak
mereka lihat berarti tidak ada. Example: Peekaboo game for babies. Pada tahap
ini bayi memaknai dunianya berdasarkan pengamatannya atas gerakan/aktivitas
yang dilakukan orang-orang disekelilingnya. Misalnya melihat ibu mempersiapkan
perlengkapan makannya, bayi mengetahui bahwa ia sebentar lagi akan diberi
makan.
b. Tahap Preoperational (2 - 7 tahun)
Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berfikir sebelum
bertindak, meskipun kemampuan berfikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan
berfikir logis. Masa 2 - 7 tahun kehidupan anak juga ditandai dengan sikap
egocentris, dimana mereka berfikir subyektif dan tidak mampu melihat
obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan
orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap
preoperational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 obyek yang sama
memiliki masa, jumlah, atau volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah.
Contoh, clay ball, string of beads, same amount of water in two different
containers. Karena belum mampu berfikir abstrak, maka anak-anak di usia ini
lebih mudah belajar jika guru melibatkan pengunaan benda yang konkrit daripada
menggunakan hanya kata-kata saja. Contoh: dalam pelajaran berhitung, misalnya,
penggunaan benda nyata (batang korek api, koin, dsbnya) lebih memudahkan
pemahaman anak.
c. Tahap Concrete Operations (7 - 11 Tahun)
Pada tahap ini pada umumnya anak-anak sudah memiliki
kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun
suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap.
Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga
mereka tidak se- egosentris sebelumnya. Kemampuan berfikir anak pada tahap ini
masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berfikir abstrak, sehingga
mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat
konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung
sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal
(kata-kata). Contoh, dalam pelajaran IPS, misalnya, siswa akan lebih mudah
memahami konsep arah mata angin/kompas barat, timur, utara dan selatan jika
guru membawa peta atau bola dunia ke dalam kelas daripada menjelaskan bahwa
pulau Kalimantan terletak di sebelah utara pulau Jawa.
d. Tahap Formal Operations (11 Tahun ke atas)
Pada tahap ini kemampuan siswa sudah berada pada tahap
berfikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang
mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada
suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan
semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin
terjadi berdasarkan kemampuan berfikir analitis dan logis. Pada mulanya Piaget
beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun hampir semua remaja akan mencapai
tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa
banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun- tidak memiliki
kemampuan berfikir dalam tingkat ini.

0 Komentar untuk "Belajar Kognitivisme"

Back To Top